Kamis, 03 Juli 2014

CAK LONTONG, MINDSET PELAWAK AHLI SILOGISME (Menjadi berbeda akan membuatmu mudah dikenal)

 
“Jika Anda takut berbuat dosa, Anda temannya orang alim. Jika Anda takut berbuat korupsi, Anda temannya orang baik. Jika Anda takut pada istri, Anda temannya saya…”
Cak Lontong
Indonesia Lawak Klub (ILK) menjadi fenomenal, terutama, karena sosok Cak Lontong. Ia jadi ikon. Tanpa mengecilkan sosok Komeng, Deny, atau pun Fitri Tropicana, semalam, tanpa hadirnya Cak Lontong, ILK terasa ada yang kurang. Itu tanda bahwa ia telah sangat ikonik. Serupa dengan betapa ikoniknya sosok Ariel bagi Peterpan, Soimah bagi Jogja Hip Hop Foundation, Andi F. Noya bagi Kick Andy, atau pun Farhat Abbas bagi dunia celelekan.
Siapa sebenarnya Cak Lontong dan kenapa dia begitu ikonik di ILK?
Sosok Cak Lontong bukanlah orang baru dalam dunia komedi Indonesia. Ia yang bagian dari pelawak tradisional adalah mantan anggota Ludruk Cap Toegoe Pahlawan, Surabaya. Sebelum ILK booming, ia beberapa kali juga tampil di acara stand up comedy, bersama beberapa komedian muda lainnya.
Yang menarik, barangkali ini password dia bisa eksis sampai hari ini dibanding para komedian tradisional lainnya, Cak Lontong sukses memadukan style lawakan tradisional dengan kontemporer ala comic. Ia sangat menghormati kepiawaian lawakan almarhum Mbah Ranto, ayah pelawak Mamiek Prakoso, juga Basyio dan Junaedi.
Ia mengatakan, “Sebetulnya komedian tradisional itu adalah komedian yang cerdas,” kata pria bernama asli Lis Hartono ini. “Mereka mampu melawak di berbagai segmen, mulai rakyat jelata sampai pejabat negara, dari penonton yang dianggap tidak cerdas sampai penonton yang dianggap sangat cerdas.”
Ia juga bisa bersikap kritis dalam basic-nya sebagai pelawak tradisional di hadapan lawakan kontemporer macam comic, yang diwujudkannya dengan menjadikan hal-hal sederhana sebagai bahan lawakan yang mengocok perut, yang ini sangat berbeda dengan karakter comic yang tebal materi. Misal “hanya” tentang Malaysia, geng motor, takut, kopi, gaptek, dll. Pendek kata, Cak Lontong adalah pelawak tradisional yang berlogika cerdas!
Setiap kali menyimak ocehan Cak Lontong, saya mencermati betul kekuatan logikanya dalam bersilogisme. Ya, silogisme. Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif (dari hal umum kepada hal khusus). Silogisme disusun dari dua premis atau proposisi (pernyataan), kemudian darinya ditarik sebuah konklusi (kesimpulan). Apa yang kalian pernah dengar tentang premis mayor dan premis minor, lalu dari keduanya ditariklah sebuah kesimpulan, itulah sederhananya maksud silogisme.
Oke, di sini tentu saja saya tidak akan memberikan materi kuliah tentang silogisme sebagai cabang filsafat logika. Saya hanya ingin membaca Cak Lontong dari sudut pandang silogisme.
Mungkin kalian pernah membaca atau mendengar kalimat-kalimat seperti ini:
Setiap rumah adalah tempat berteduh. (mayor)
Tempat besar berwarna putih itu adalah sebuah rumah. (minor)
Tempat besar berwarna putih itu adalah tempat berteduh.  (kesimpulan)
Atau:
Binatang tidak memiliki akal. (mayor)
Kucing adalah binatang. (minor)
Kucing tidak memiliki akal. (kesimpulan)
Semua ayam tidak pakai baju. (mayor)
Gadis itu adalah ayam kampus. (minor)
Gadis itu tidak pakai baju. (kesimpulan)
Ini logika silogisme. Guys, tidak semua logika sologisme lalu berhasil membangun kesimpulan yang diterima logika lho. Silogisme sendiri haruslah memperhatikan kategori-kategorinya agar tidak gagal kesimpulan. Ada banyak kategori di dalamnya. Enough!
Cak Lontong kelihatan betul berhati-hati di sini agar kesimpulannya tidak gagal, meski boleh jadi ia tak pernah kenal apa itu hukum silogisme kategorik.Tentu, sebagai komedian, ia absah berparodi atau pun berplesetan secara maknawi.
Misal:
Semua korupsi dilakukan oleh pejabat. (mayor)
Wahyu adalah pejabat. (minor)
Wahyu adalah koruptor. (kesimpulan)
Silogisme kategorik beginian ditolak oleh logika kita. Ia benar secara hukum silogisme, tetapi gagal secara kategorik, sehingga makna kesimpulannya menjadi salah.
Misal lain:
Galau itu kerjaannya orang jomblo. (mayor)
Farah itu jomblo. (minor)
Farah itu galau. (kesimpulan)
Orang move on nyante hidupnya. (mayor)
Ve tidak pernah bisa move on. (minor)
Ve tidak nyante hidupnya. (kesimpulan)
Semua orang tahu-tahu sadar kalau sudah tua. (mayor)
Kim adalah orang. (minor)
Kim itu tua. (kesimpulan)
Ngeyelan adalah sikap yang bikin tidak maju. (mayor)
Mi dan Ika ngeyelan. (minor)
Mi dan Ika tidak maju. (kesimpulan)
Contoh-contoh tersebut benar secara hukum silogisme, tetapi salah atau belum tentu secara makna logikanya, lantaran mengabaikan prinsip-prinsip kategorial antara premir mayor dan minornya.
Okelah, lupakan term-term teoretik tersebut, sekarang pahami saja prinsip kerja silogisme tersebut.
Di hadapan hukum silogisme tersebut, Cak Lontong selalu berhasil dengan rapi menarik kesimpulan-kesimpulannya. Itu menandakan ia memiliki kejelian berlogika secara premis mayor-minor. Ndagelnya lagi, ia mengemasnya dengan style ala akademisi berkredibilitas tinggi. Misal dengan memulai silogismenya dengan ungkapan, “Menurut sebuah riset….” atau “Saya telah melakukan survey…” atau “Saya akan menunjukkan sebuah data….” Dan ini keren, Guys!
Coba simak beberapa lawakan khasnya yang kental silogisme berikut:
“Menurut sebuah riset, tahun 1960-an, Malaysia mengimpor guru dan dosen dari Indonesia. Tahun 1990-an, Malaysia berubah menjadi pengimpor pembantu dari Indonesia. Kesimpulannya, Malaysia mengalami penurunan selera, dari level guru/dosen ke level pembantu.”
Ngoaahhaaaa…afuuuuu…..
“Tahukah Anda bahwa seniman kita seperti Gesang dan Ebiet G. Ade berasal dari luar negeri? Itu adalah hasil sebuah survey terpercaya. Surveynya sendiri dilakukan di Amerika Serikat.”
Ngoaahhaaaa….sial!
“Sejak lahir, saya bukan orang penakut. Ada cerita sedikit yang menunjukan bahwa saya bukan orang penakut. Di kampung saya, ada sekitar 100 kepala keluarga. Suatu malam, pukul 1 dini hari, kampung diserbu oleh geng motor. Kaca-kaca rumah dipecahkan. Ketua RW lari. Ketua RT kabur. Semua kepala keluarga ngibrit. Hanya saya yang tidak lari. Karena saya adalah ketua geng motor itu!”
Ngoaahaaaa….afuuuuu neh!
“Sebuah riset menunjukkan bahwa orang gagal itu lebih banyak daripada orang sukses. Buktinya, lebih banyak orang miskin dibanding orang kaya, bukan? Nah, sebab kegagalan seseorang itu, menurut riset itu, adalah karena ia tidak berhasil.”
Plakkk…plaakkk…plaaakkk…..
“Ngomongin tentang kopi, saya ingin menunjukkan data hasil penelitian saya tentang cara terbaik menikmati kopi. Salah satunya ialah tentang cara menuang air ke dalam cangkir kopi. Jangan salah, ini penting! Kualitas kelezatan kopi sangat dipengaruhi oleh kualitas penuangan air ke dalam cangkir itu. Caranya? Pastikan airnya adalah air panas yang dituang dan pastikan pula airnya dituang tidak melebihi ukuran cangkirnya.”
Afuuuuuuuu……...plak!
Masih banyak lagi lainnya, yang semua memang berangkat dari hal-hal sederhana, yang berhasil dikemas dengan kepiawaian berlogika, tepatnya silogisme.
Guys, pelajaran berharga dari sosok Cak Lontong hari ini ialah (1) Pakai anugerah logikamu sebaik-baiknya, dan (2) Siapa pun yang bisa tampil berbeda, memiliki mindset unik berbeda, niscaya ia akan tampil ke permukaan. Boom!
Para penulis sangat membutuhkan pemahaman prinsip ini!
Ganbatte, daebak, Cak Lontong!
Jogja, 20 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar