CAK LONTONG, MINDSET PELAWAK AHLI SILOGISME (Menjadi berbeda akan membuatmu mudah dikenal)
“Jika Anda takut berbuat dosa, Anda temannya orang alim. Jika Anda takut berbuat korupsi, Anda temannya orang baik. Jika Anda takut pada istri, Anda temannya saya…”
Cak Lontong
Indonesia
Lawak Klub (ILK) menjadi fenomenal, terutama, karena sosok Cak Lontong. Ia jadi
ikon. Tanpa mengecilkan sosok Komeng, Deny, atau pun Fitri Tropicana, semalam, tanpa
hadirnya Cak Lontong, ILK terasa ada yang kurang. Itu tanda bahwa ia telah
sangat ikonik. Serupa dengan betapa ikoniknya sosok Ariel bagi Peterpan, Soimah bagi Jogja Hip Hop Foundation, Andi F. Noya
bagi Kick Andy, atau pun Farhat Abbas bagi dunia celelekan.
Siapa sebenarnya Cak Lontong dan
kenapa dia begitu ikonik di ILK?
Sosok Cak
Lontong bukanlah orang baru dalam dunia komedi Indonesia. Ia yang bagian dari
pelawak tradisional adalah mantan anggota Ludruk Cap Toegoe Pahlawan, Surabaya. Sebelum ILK booming, ia beberapa kali juga tampil di
acara stand up comedy, bersama
beberapa komedian muda lainnya.
Yang menarik,
barangkali ini password dia bisa
eksis sampai hari ini dibanding para komedian tradisional lainnya, Cak Lontong sukses
memadukan style lawakan tradisional dengan
kontemporer ala comic. Ia sangat
menghormati kepiawaian lawakan almarhum Mbah Ranto, ayah pelawak Mamiek
Prakoso, juga Basyio dan Junaedi.
Ia mengatakan,
“Sebetulnya komedian tradisional itu adalah komedian yang cerdas,” kata pria
bernama asli Lis Hartono ini. “Mereka mampu melawak di berbagai segmen, mulai rakyat
jelata sampai pejabat negara, dari penonton yang dianggap tidak cerdas sampai
penonton yang dianggap sangat cerdas.”
Ia juga bisa
bersikap kritis dalam basic-nya
sebagai pelawak tradisional di hadapan lawakan kontemporer macam comic, yang diwujudkannya dengan
menjadikan hal-hal sederhana sebagai bahan lawakan yang mengocok perut, yang
ini sangat berbeda dengan karakter comic
yang tebal materi. Misal “hanya” tentang Malaysia, geng motor, takut, kopi, gaptek,
dll. Pendek kata, Cak Lontong adalah pelawak tradisional yang berlogika cerdas!
Setiap kali menyimak
ocehan Cak Lontong, saya mencermati betul kekuatan logikanya dalam
bersilogisme. Ya, silogisme. Silogisme merupakan suatu proses penarikan
kesimpulan secara deduktif (dari hal umum kepada hal khusus). Silogisme disusun
dari dua premis atau proposisi (pernyataan), kemudian darinya ditarik sebuah konklusi
(kesimpulan). Apa yang kalian pernah dengar tentang premis mayor dan premis
minor, lalu dari keduanya ditariklah sebuah kesimpulan, itulah sederhananya
maksud silogisme.
Oke, di sini
tentu saja saya tidak akan memberikan materi kuliah tentang silogisme sebagai
cabang filsafat logika. Saya hanya ingin membaca Cak Lontong dari sudut pandang
silogisme.
Mungkin kalian
pernah membaca atau mendengar kalimat-kalimat seperti ini:
Setiap rumah adalah tempat berteduh.
(mayor)
Tempat besar berwarna putih itu adalah
sebuah rumah. (minor)
Tempat besar berwarna putih itu adalah
tempat berteduh. (kesimpulan)
Atau:
Binatang tidak memiliki akal. (mayor)
Kucing adalah binatang. (minor)
Kucing tidak memiliki akal. (kesimpulan)
Semua ayam tidak pakai baju. (mayor)
Gadis itu adalah ayam kampus. (minor)
Gadis itu tidak pakai baju. (kesimpulan)
Ini logika
silogisme. Guys, tidak semua logika
sologisme lalu berhasil membangun kesimpulan yang diterima logika lho. Silogisme
sendiri haruslah memperhatikan kategori-kategorinya agar tidak gagal
kesimpulan. Ada
banyak kategori di dalamnya. Enough!
Cak Lontong
kelihatan betul berhati-hati di sini agar kesimpulannya tidak gagal,
meski
boleh jadi ia tak pernah kenal apa itu hukum silogisme kategorik.Tentu,
sebagai komedian, ia absah berparodi atau pun berplesetan secara
maknawi.
Misal:
Semua korupsi dilakukan oleh pejabat.
(mayor)
Wahyu adalah pejabat. (minor)
Wahyu adalah koruptor. (kesimpulan)
Silogisme
kategorik beginian ditolak oleh logika kita. Ia benar secara hukum silogisme,
tetapi gagal secara kategorik, sehingga makna kesimpulannya menjadi salah.
Misal lain:
Galau itu kerjaannya orang jomblo. (mayor)
Farah itu jomblo. (minor)
Farah itu galau. (kesimpulan)
Orang move
on nyante hidupnya. (mayor)
Ve tidak pernah bisa move on. (minor)
Ve tidak nyante hidupnya. (kesimpulan)
Semua orang tahu-tahu sadar kalau sudah
tua. (mayor)
Kim adalah orang. (minor)
Kim itu tua. (kesimpulan)
Ngeyelan
adalah sikap yang bikin tidak maju. (mayor)
Mi dan Ika ngeyelan. (minor)
Mi dan Ika tidak maju. (kesimpulan)
Contoh-contoh
tersebut benar secara hukum silogisme, tetapi salah atau belum tentu secara
makna logikanya, lantaran mengabaikan prinsip-prinsip kategorial antara premir
mayor dan minornya.
Okelah,
lupakan term-term teoretik tersebut, sekarang pahami saja prinsip kerja
silogisme tersebut.
Di hadapan
hukum silogisme tersebut, Cak Lontong selalu berhasil dengan rapi menarik
kesimpulan-kesimpulannya. Itu menandakan ia memiliki kejelian berlogika secara
premis mayor-minor. Ndagelnya lagi,
ia mengemasnya dengan style ala akademisi
berkredibilitas tinggi. Misal dengan memulai silogismenya dengan ungkapan,
“Menurut sebuah riset….” atau “Saya telah melakukan survey…” atau “Saya akan menunjukkan sebuah data….” Dan ini keren, Guys!
Coba simak
beberapa lawakan khasnya yang kental silogisme berikut:
“Menurut sebuah riset, tahun 1960-an, Malaysia mengimpor guru dan dosen dari Indonesia.
Tahun 1990-an, Malaysia
berubah menjadi pengimpor pembantu dari Indonesia. Kesimpulannya, Malaysia
mengalami penurunan selera, dari level guru/dosen ke level pembantu.”
Ngoaahhaaaa…afuuuuu…..
“Tahukah Anda bahwa seniman kita seperti
Gesang dan Ebiet G. Ade berasal dari luar negeri? Itu adalah hasil sebuah survey terpercaya. Surveynya sendiri dilakukan
di Amerika Serikat.”
Ngoaahhaaaa….sial!
“Sejak lahir, saya bukan orang penakut. Ada cerita sedikit yang
menunjukan bahwa saya bukan orang penakut. Di kampung saya, ada sekitar 100
kepala keluarga. Suatu malam, pukul 1 dini hari, kampung diserbu oleh geng
motor. Kaca-kaca rumah dipecahkan. Ketua RW lari. Ketua RT kabur. Semua kepala
keluarga ngibrit. Hanya saya yang
tidak lari. Karena saya adalah ketua geng motor itu!”
Ngoaahaaaa….afuuuuu neh!
“Sebuah riset menunjukkan bahwa orang gagal
itu lebih banyak daripada orang sukses. Buktinya, lebih banyak orang miskin
dibanding orang kaya, bukan? Nah, sebab kegagalan seseorang itu, menurut riset
itu, adalah karena ia tidak berhasil.”
Plakkk…plaakkk…plaaakkk…..
“Ngomongin tentang kopi, saya ingin
menunjukkan data hasil penelitian saya tentang cara terbaik menikmati kopi. Salah
satunya ialah tentang cara menuang air ke dalam cangkir kopi. Jangan salah, ini
penting! Kualitas kelezatan kopi sangat dipengaruhi oleh kualitas penuangan air
ke dalam cangkir itu. Caranya? Pastikan airnya adalah air panas yang dituang
dan pastikan pula airnya dituang tidak melebihi ukuran cangkirnya.”
Afuuuuuuuu……...plak!
Masih banyak
lagi lainnya, yang semua memang berangkat dari hal-hal sederhana, yang berhasil
dikemas dengan kepiawaian berlogika, tepatnya silogisme.
Guys, pelajaran berharga dari sosok Cak
Lontong hari ini ialah (1) Pakai anugerah logikamu sebaik-baiknya, dan (2) Siapa
pun yang bisa tampil berbeda, memiliki mindset
unik berbeda, niscaya ia akan tampil ke permukaan. Boom!
Para penulis sangat membutuhkan pemahaman prinsip ini!
Ganbatte, daebak, Cak Lontong!
Jogja, 20 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar